Cari Review Buku
Sabtu, 27 Maret 2021
The Sea of Trolls by Nancy Farmer - Jadi, Sebenarnya Viking itu Baik atau Jahat?
Senin, 15 Maret 2021
The Dead Play On by Heather Graham (Cafferty and Quinn #3) - Lebih ke Thriller Detektif
Tiba-tiba saja kehidupan para musisi di New Orleans terancam bahaya. Sudah ada dua musisi yang dibunuh dengan kejam. Dan sepertinya sang pembunuh juga mengincar alat musik tertentu, sebuah saksofon. Sepertinya saksofon itu adalah saksofon istimewa, yang mampu membuat permainan saksofon si musisi menjadi luar biasa bagus dan indah. Yang tentu saja akan menarik banyak kesuksesan dan perhatian.
Tapi pembunuhan-pembunuhan itu ternyata bukan pembunuhan pertama. Tyler Anderson mendatangi Danni setelah dia memainkan saksofon milik Arnie Watson, sahabatnya yang sudah meninggal. Arnie dilaporkan meninggal karena overdosis. Diduga karena mengalami trauma pasca penugasan militernya. Arnie melarikan diri ke obat-obatan dan mengalami overdosis. Tapi saat memainkan saksofon Arnie, Tyler seperti kerasukan. Tyler jadi bisa memainkan saksofon sehebat Arnie memainkannya. Dia memainkan lagu yang sering dibawakan Arnie dengan luar biasa indah. Tyler juga mendapatkan penglihatan, dia melihat hari-hari Arnie. Tyler juga melihat...saat-saat ketika Arnie dibunuh. Danni masih sedikit skeptis dengan cerita Tyler, tapi Quinn dengan cepat percaya karena dia sudah melihat sendiri TKP pembunuhan seorang musisi, dan ada kasus penyerangan para musisi juga. Dengan alat musik yang sepertinya menjadi incaran si pembunuh.
New Orleans jadi kota yang mencekam untuk para musisi. Semua musisi terancam. Pembunuhnya sulit dilacak, pandai menyamar, dan cepat menghilang. Penyerangan kembali terjadi, semakin lama semakin parah. Danni, Quinn, dan Billie pun memutuskan untuk bergabung ke dalam kelompok musisi. Mencari sang pelaku dari dalam. Menelusuri bar demi bar yang mencurigakan. Rumah Danni pun jadi tempat pengungsian yang ramai. Danni dan Quinn dikejar waktu, mereka harus menemukan sang pelaku dan saksofon itu segera, sebelum semuanya terlambat dan korban semakin bertambah.
Novel ini punya rating Goodreads 3.96/5.00. Rating yang bagus, dan kami cukup setuju. Novel ini menurut kami yah ada plus minusnya yah, tapi ini berdasarkan selera kami terhadap novelnya Heather Graham. Mulai dari mana dulu yah...minusnya kali ya, biar ada bahasan.
Oke. Seperti yang sudah kami bilang sebelumnya, novel ketiga ini beda banget dari novel sebelumnya di seri ini. Novel ini lebih menitikberatkan pada genre thriller detektifnya, ibaratnya lebih ke sisi manusianya daripada sisi supernaturalnya. Ini bukan hal yang negatif sih, tapi kami justru lebih suka kalau sisi supernaturalnya kuat. Karena Heather Graham tuh jago kalau supernaturalnya kuat, merindingnya dapet. Kami suka banget sama buku keduanya. Merinding disko cyiin. Apalagi waktu mereka harus mengangkut mayat dari kuburan bawah tanah kastil kan yaa...hiiii. Kasus ini agak mirip sama seri Flynn Brothers sebetulnya. Buku ketiga seri Flynn Brothers beda banget vibe-nya sama dua buku sebelumnya, lebih "manusia".
Minus yang lain ada di sisi romance. Kami merasa konflik antara Danni dan Quinn itu adalah konflik yang tidak perlu. Apalagi di saat genting kayak gitu. Danni terlalu keras kepala dan merasa harus membuktikan diri. Danni tidak bisa melihat situasi Quinn yang penuh tekanan dan stress. Buat Danni, yang penting instingnya harus dipenuhi. Sementara Quinn sendiri kurang bisa diajak berdiskusi dan kurang bisa membagi "kekuasaan" atas penyelidikan. Semua harus Quinn sendiri yang mengawasi. Ya, tidak bisa begitu dong ya. Penyelidikan akan menjadi tidak efektif.
Oke. Terlepas dari dua minus di atas yang menurut kami agak mengganggu, buku ini bagus, seru dan cukup menegangkan. Tapi kalau harus mengurut favorit kami dari ketiga buku seri Cafferty and Quinn, buku kedua akan menjadi favorit kami, diikuti dengan buku pertama, baru deh buku ketiga ini. Kayaknya kami lebih suka kalau Heather Graham sudah bikin latar yang di kuburan, lagian itu memang ciri khas novelnya Heather Graham juga sih sepertinya. Buku ketiga ini cocok untuk teman-teman yang lebih suka cerita detektif dibandingkan cerita misteri supernatural.
Buku ini masih tersedia di Tokopedia kami. Silahkan ke link di bawah ini:
https://www.tokopedia.com/olakalik/the-dead-play-on-by-heather-graham-cafferty-and-quinn-3
Quote
Bertanya-tanya, bukan mengetahui, adalah perasaan yang membuat hati orang-orang hancur berkeping-keping.
~ The Dead Play On by Heather Graham (Cafferty and Quinn #3)
Aku mendengar banyak ketakutan. Tapi bahkan meskipun mereka takut, orang harus tetap bekerja untuk hidup.
~ The Dead Play On by Heather Graham (Cafferty and Quinn #3)
"Beberapa kekuatan gaib mungkin tidak lebih dari keyakinan kita pada sesuatu--suatu hasil, suatu kemampuan--yang mewujud sebagai realitas."
~ The Dead Play On by Heather Graham (Cafferty and Quinn #3)
"Apakah kita membuatnya menjadi monster? Atau apakah dia memang selalu menjadi monster dan kita hanya alasan yang dia gunakan untuk perbuatannya?" tanya Brad murung.
"Kita tidak pernah jahat," kata Jenny memprotes.
"Kita hanya tidak memperhatikan," kata Tyler. "Dan mungkin itu lebih buruk."
~ The Dead Play On by Heather Graham (Cafferty and Quinn #3)
Senin, 08 Maret 2021
Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie - Kasus Terbunuhnya Ibu yang Jahat
Appointment with Death ini terbit pertama kali pada tanggal 2 Mei 1938. Sudah 83 tahun yang lalu. Di novel ini, detektif Hercule Poirot akan menemani kita untuk memecahkan kasus pembunuhan di mancanegara. Di Petra. Sebuah kasus yang menarik dan punya kemiripan dengan kasus di novel Murder on the Orient Express. Bahkan nih, tokoh di dalam novel ini juga sempat menyinggung kasus yang ada di Orient Express yang juga ditangani oleh Poirot. Sebelum ke review, mari kita kulik sedikit plotnya.
Cerita diawali dengan sesuatu yang sangat menarik. Poirot tanpa sengaja mendengar sebuah percakapan ketika dia sedang menutup jendela kamarnya di suatu hotel di Kairo, "Kau mengerti, kan, bahwa dia mesti dibunuh?". Pembaca mungkin akan langsung menebak bahwa ini adalah indikasi akan terjadinya suatu pembunuhan, dan indikasi pelakunya. Tapi buat Poirot, kalimat yang dia dengar dianggap seperti kalimat seorang penulis yang sedang merencanakan plot novel yang sedang dia tulis. Tapi insting detektif Poirot juga membuatnya mengingat suara orang yang mengucapkan kalimat itu. Siapa tahu suatu saat ia akan bertemu dengan orang itu.
Poirot bukanlah fokus novel ini, setidaknya sampai akhirnya terjadi pembunuhan, hingga akhirnya Poirot pun dilibatkan untuk menyelidiki. Pembaca justru akan terlibat dengan Sarah King, seorang calon dokter; ada juga dr Theodore Gerard, seorang dokter kejiwaan yang sudah punya nama; serta keluarga Boynton, satu keluarga besar dari Amerika yang sangat menarik perhatian Sarah.
Keluarga Boynton adalah keluarga yang menarik sekaligus mengalami disfungsi yang sangat parah. Di dalam keluarga itu ada sang ibu, dua anak laki-laki, dua anak perempuan, dan satu menantu perempuan. Sang ibu sangat gila kontrol dan tiran. Anak-anaknya, seperti hewan sirkus yang dilatih dengan cemeti. Penuh kepatuhan dengan perasaan takut, penuh kecemasan, dan berada di ambang depresi. Anak tertuanya bahkan sudah di titik depresi parah. Titik dimana dia sudah tidak punya tenaga untuk berbuat apa pun. Anak termudanya, memilih untuk melarikan diri ke dunia khayalan. Menganggap dirinya seorang tuan putri yang sedang diincar banyak musuh dan ada orang-orang yang ingin membunuhnya. Tingkah dan latar belakang mereka yang aneh menarik perhatian Sarah dan dr Gerard. Awalnya, Sarah tertarik secara profesional, dari sisi kejiwaannya. Tapi ketika Sarah mulai terlibat dengan salah seorang anak Mrs. Boynton, Sarah jadi mulai terlibat secara lebih personal.
Tapi, ini semua hanyalah perjalanan liburan. Cepat atau lambat mereka akan berpisah bukan? Awalnya begitu. Hingga Sarah dan dr Gerard melakukan perjalanan wisata ke Petra. Sesampainya di perkemahan, Sarah melihat kembali sang tiran, Mrs. Boynton, duduk dengan agungnya, seperti menyambut kedatangan Sarah dan rombongannya.
Tapi, sang tiran ternyata tak bisa hidup lama di Petra. Dia meninggal di kursi agungnya. Kematiannya terlihat wajar karena Mrs. Boynton sendiri sudah tua dan sakit-sakitan. Mungkin terlalu rapuh untuk perjalanan Petra yang keras. Tapi, setitik bekas tusukan jarum suntik membuat kematiannya mencurigakan. Selain itu, ada alat suntik dan obat keras yang hilang. Hercule Poirot diminta untuk membantu menyelidiki peristiwa ini. Poirot punya waktu 24 jam untuk melakukan penyelidikan, wawancara, dan menemukan pelakunya. Semua harus dilakukan di tengah keluarga Boynton yang saling menutupi satu sama lain, dan Sarah King yang pendapatnya sudah bias karena dirinya yg jatuh cinta pada salah satu anak laki-laki Boynton. Semua orang seperti bekerja sama untuk menghalangi Poirot memecahkan kasus ini.
Weew, novel ini punya cerita yang seru. Sebelum pembunuhan, pembaca akan dibuat fokus kepada keluarga Boynton. Mengenal mereka dari dekat. Berkenalan dengan sisi psikologis masing-masing anggota keluarganya. Novel ini memang berat di sisi psikologisnya. Penyelidikan Poirot pun hanya wawancara-wawancara aja dengan para saksi yang terlibat. Sepanjang cerita, terjadi peristiwa-peristiwa yang kemudian mulai menggeser sisi psikologis para tokoh. Tidak hanya psikologis keluarga Boynton, tapi juga tokoh-tokoh yang terlibat dengan mereka. Dan endingnya....weleeh, plot twist banget. Pelakunya sangat tak terduga. Setidaknya kami tidak menduga sampai ke situ sih.
Novel ini punya rating Goodreads 3.88/5.00. Kalau dari kami pribadi, kami memberi novel ini nilai 5.00/5.00. Perfect. Seru, menarik, dan tak terduga.
Quote
Dia kehabisan tenaga--ya, kehabisan tenaga karena terlalu menderita. Pandangannya seperti pandangan seekor anjing yang terluka, atau seperti kuda yang sedang sakit--pandangan kosong makhluk yang menahan derita. Aneh...secara fisik dia sehat... Tetapi bisa dipastikan pria ini telah mengalami banyak sekali penderitaan--penderitaan batin. Sekarang dia tidak lagi menderita--dia sudah pasrah--menunggu... Menunggu apa? Oh, apakah aku ini mengada-ada? Ah, tidak. Pria itu memang sedang menunggu sesuatu, menunggu akhir deritanya.
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
Senyumnya yang menerawang begitu jauh dan menyendiri, tubuhnya yang tenang, dan tangannya yang sibuk merusak...
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
"Setiap orang bisa menentukan sendiri arah hidupnya. Orang yang menghargai dirinya sendiri pasti mau memperjuangkan nasibnya dan memanfaatkan hidupnya--bukan cuma duduk berpangku tangan. Lelaki yang kerjanya cuma duduk berpangku tangan tak pantas dihargai perempuan."
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
"Banyak hal yang pada diri seseorang itu laten sifat-nya. Setiap orang pada dasarnya mempunyai keinginan berkuasa, berbuat jahat, dan sebagainya. Cuma saja, keinginan-keinginan itu terpendam. Sering kali, malah keinginan tersebut tidak disadari adanya. Tapi itu memang sifat manusia yang menurun, Miss King. Kita menutup mata dan menyangkal adanya nafsu macam begitu pada diri kita. Tapi ada kalanya nafsu itu begitu kuat..."
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
"... Aku dokter. Aku tahu betul bagaimana ambisi--untuk meraih keberhasilan, untuk memperoleh kekuasaan-- bisa menyebabkan penyakit pada jiwa manusia. Kalau ambisi itu terpenuhi, manusianya menjadi sombong, kasar, dan ingin lebih puas lagi. Bila tidak terwujud--oh! Bila ambisi seseorang tidak pernah terwujud, cuma rumah sakit jiwalah yang bisa memberi predikat kepadanya!
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
apakah orang, kalau dia melihat ada suatu kesalahan diperbuat orang lain, harus berusaha membetulkan? Dalam hal ini, ikut campur seseorang mungkin berakibat baik--tapi bisa juga malah lebih mencelakakan!
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
Tak baik bila orang cuma mau mengakui sisi yang baik dari kehidupan ini.
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
Mungkin inilah yang disebut cinta--rasa pedih dalam hati karena memikirkan orang lain--rasa ingin, dengan cara dengan cara apa dan bagaimanapun, membebaskan orang yang dikasihinya dari penderitaan...
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
Karena, mengarang yang tidak benar itu lebih sulit! Bisa saja orang berbohong sekali, dua kali, tiga kali, atau bahkan empat kali, tapi tak mungkin terus-terusan berbohong.
~ Appointment with Death (Perjanjian Dengan Maut) by Agatha Christie
Baca juga:
Senin, 01 Maret 2021
Seri Petualangan 1: Petualangan di Pulau Suram by Enid Blyton - Seruuu. Lebih Advanced dari cerita Lima Sekawan.
Buku pertama ini tentu saja berisi perkenalan mereka serta petualangan pertama mereka di Pulau Suram. Philip yang sedang ikut kelas musim panas di tempat gurunya mula-mula bertemu dengan Kiki, si burung kakaktua kocak dan jahil, yang mengganggu istirahat siangnya. Kiki ini ternyata peliharaan Jack, anak laki-laki yang juga harus mengambil kelas tambahan di sana. Berbeda dengan Philip yang bisa akrab dengan binatang apa pun--yup, apa pun, termasuk serangga, tikus, dan binatang lain yang bisa bikin orang merinding--, Jack merupakan seorang pemerhati burung. Jack tidak memperdulikan hal lain selain burung. Itulah sebabnya kenapa dia harus ikut kelas tambahan. Nilai-nilai Jack buruk karena dia hanya memerhatikan burung-burung. Adik Jack, Lucy-Ann juga ikut kelas tambahan. Tapi Lucy-Ann sebetulnya tidak butuh kelas tambahan, dia hanya tidak mau terpisah dari kakaknya saja.
Kehidupan Jack dan Lucy-Ann sebenarnya agak menyedihkan. Orangtua mereka sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang. Jack dan Lucy-Ann kemudian tinggal bersama paman mereka Paman Geoffrey. Tapi kehadiran mereka seperti tidak diinginkan, jadi mereka diperlakukan tanpa kasih sayang di sana. Kehidupan Jack sedikit lebih mendingan, walaupun tidak banyak berbeda. Jack dan Dinah kakak beradik. Ayah mereka sudah meninggal, dan tidak meninggalkan harta sepeser pun. Ibu Philip terpaksa pergi untuk bekerja dan mencari nafkah. Jadi, Philip dan Dinah tinggal dengan bibi dan paman mereka di suatu tempat yang seperti reruntuhan kastil tua yang disebut Craggy-Tops.
Suatu hari, ketika sudah waktunya pulang, Jack dan Lucy-Ann ternyata tidak bisa kembali ke tempat paman mereka. Pengurus rumah mereka mengirim surat dan uang agar Pak Guru mau menampung mereka hingga mereka masuk sekolah lagi. Pak Guru sebetulnya keberatan, karena dia sendiri ingin pergi, dia juga sangat benci pada Kiki yang jail. Philip ada ide untuk mengajak Jack dan Lucy-Ann ke Craggy-Tops saja. Toh bibi mereka sedang butuh uang untuk membayar hutang-hutangnya. Mungkin uang yang yang dikirim untuk biaya hidup Jack dan Lucy-Ann akan cukup membantu. Tapi mereka merasa tidak akan diijinkan pergi, jadi Jack dan Lucy-Ann pergi diam-diam bersama Philip.
Sesampainya di Craggy-Tops benar saja, hampir saja Jack dan Lucy-Ann dikirim pulang kembali. Tapi setelah dijelaskan masalahnya dan ada uang yang nanti dikirimkan, Bibi Polly pun akhirnya mengijinkan mereka tinggal. Kiki juga ternyata berhasil mengambil hati Bibi Polly. Kiki pun jadi kesayangan Bibi Polly juga. Jack dan Lucy-Ann pun akhirnya berkenalan dengan Dinah
Di Craggy-Tops inilah petualangan pertama mereka terjadi. Dari tempat tidur menara di Craggy-Tops mereka bisa melihat Pulau Suram di seberang lautan. Pulau yang ditakuti oleh Jo-Jo, pesuruh yang dipekerjakan oleh Bibi Polly. Kata Jo-Jo di sana ada "macam-macam" yang menakutkan. Tapi Jack justru ingin sekali ke Pulau Suram karena dia yakin di sana ada burung-burung langka. Mereka juga bertemu Billy di suatu tempat yang cukup terpencil dekat Craggy-Tops. Mereka juga menemukan lorong rahasia. Dan puncaknya, ketika mereka akhirnya berhasil ke Pulau Suram, mereka justru menemukan banyak lubang-lubang besar dan tumpukan kaleng makanan yang misterius. Sebenarnya ada apa di Pulau Suram?
Seri petualangan ini recommended banget. Jujur, kami lebih suka sama seri ini, daripada Lima Sekawan. Karena lebih berat kali ya petualangannya, lebih seru. Tapi memang beda sih. Kalau Lima Sekawan tuh ibaratnya petualangan anak-anak SD-SMP, kalau Seri Petualangan tuh petualangannya anak SMA. Lebih manantang jadinya. Sampai sejauh buku pertama ini (yang berarti belum jauh-jauh banget), minus seri ini hanya sedikit. Paling kami agak prihatin saja dengan gaya bertengkarnya Philip dan Dinah yang bisa jadi agak kasar, main tampar-tamparan. Tidak patut ditiru banget sih itu yah. Selebihnya, tidak terlalu banyak minusnya. Buku bagus. Recommended.