Setelah kemarin sempat menulis review bukunya, sekarang saatnya membandingkan buku dengan filmnya. Film The 5th Wave ini keluar di tahun 2016, sekitar tiga tahun setelah bukunya terbit. Tokoh Cassie diperankan oleh Chloƫ Grace Moretz, dan tokoh Evan diperankan oleh Alex Roe (ini ganteng banget sih ya, wakakakak). Sayangnya nih...sayangnya...ini jadi satu-satunya film seri The 5th Wave. Padahal, novel The 5th Wave sendiri adalah sebuah trilogi. Film The 5th Wave sendiri sebetulnya masih open ending. Jadi memang sepertinya sih sudah direncanakan akan dibikin sekuelnya. Sayangnya, film ini ngga terlalu sukses di pasaran, ngga terlalu bagus juga ratingnya. Sepertinya hal ini yang akhirnya membuat film ini ngga akan ada sekuelnya lagi. Sayang banget, padahal kami termasuk penggemar film ini.
Kami tidak akan cerita banyak soal plotnya karena secara garis besar sama kok antar buku dan filmnya. Sudah pasti ada penyesuaian dan penyederhanaan di sana sini, tapi menurut kami cukup bisa ditoleransi kok. Kami akan membahas beberapa perbedaannya yang cukup terlihat.
Ibu Cassie
Di buku, ibunya Cassie seingat kami ibu rumah tangga. Di film, ibunya Cassie adalah seorang perawat dan ikut membantu saat gelombang ketiga, wabah, melanda. Kami lebih suka peran yang di film ini di bandingkan dengan bukunya.
Dr. Pam/Reznik
Dr. Pam dan Reznik harusnya adalah dua tokoh yang berbeda, tapi film The 5th Wave mampu menggabungkan kedua tokoh ini dengan mulus, wakakak. Muka dr. Pam tapi nama Reznik. Kisah tewasnya pun menggunakan skenario tewasnya dr. Pam. Kami rasa sih, karena durasi film yang terbatas, tokoh asli Reznik tidak bisa benar-benar ditampilkan di film.
Hubungan antara Cassie dengan Ben
Di buku Cassie dengan Ben itu sebenarnya hanya cinta bertepuk sebelah tangan. Ini menurut kami yah. Ben juga sebenarnya tidak terlalu tahu siapa Cassie. Tapi di film, seolah-olah mereka kayak saling kenal dan ada sedikit flirting-flirting di awal-awal. Jujur, kami lebih suka skenario yang di buku. Kayak lebih masuk akal aja gitu.
Saat Ben mengetahui aslinya Vosch dkk
Skenario pengungkapan ini sama sekali berubah. Kalau di buku, Ringer lah yang menginisiasi ide tentang siapa sebetulnya Vosch dan para militer di Kamp Haven. Kondisinya pun Ringer dan Ben sedang berdua saja, mereka akan menyergap orang yang menembaki mereka, yang ternyata adalah Reznik.
Di film, karena tokoh Reznik dan dr. Pam menjadi satu, skenario pengungkapan ini berubah banyak. Ringer memberontak dan melepaskan alat pelacak yang ditanam padanya, menyebabkan dia terlihat diinvestasi oleh alien jika dipindai dengan kacamata buatan militer Vosch. Hal ini membuat Ben sadar dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Kami sih lebih suka skenario di buku ya, karena Ringer itu sangat taktis dan cerdas orangnya. Ringer berani mengambil resiko, tapi bisa mengukur kapan resiko harus diambil dan bisa mengukurnya dengan baik. Mungkin ini salah satu alasan kenapa Ringer suka main catur.
Skenario penjemputan Sam
Skenario ini juga banyak berubah. Di buku, Sam tidak ikut lulus bersama anggota regunya yang lain. Jadi saat pasukan Ben diutus untuk bertugas di lapangan, Sam otomatis tidak ikut mereka. Di film, Sam sengaja ditinggal oleh Ben. Ben mengikat Sam ke shower kamar mandi agar dia tidak ikut terjun ke lapangan.
Skenario penjemputan Sam oleh Cassie maupun Ben jauh lebih seru dan menegangkan di bukunya. Cassie bekerja dengan petunjuk-petunjuk Evan agar bisa masuk ke Kamp Haven. Pertarungan dan ketegangannya juga lebih seru di buku. Sedangkan Ben, berusaha setengah mati untuk lolos dr ruang medis untuk menjemput Sam. Ben masih terluka parah akibat luka tembakan Ringer yang belum sembuh.
Kami rasa sih itu beberapa perubahan yang cukup mencolok antara buku dan filmnya. Selebihnya kebanyakan berupa penyederhanaan cerita. Biasanya sih karena masalah durasi. Yang mengejutkan sebenarnya adalah detail di film ini sangat bagus, cukup mirip dengan bukunya.
Antara buku dengan film kami rasa dua-duanya bagus. Tapi tentu saja bukunya lebih oke karena ceritanya lebih detail. Banyak adegan-adegan yang lebih seru di bukunya daripada di film. Seperti adegan lolosnya Cassie dari Kamp Lubang Abu, itu lebih seru di buku. Hubungan asmara antara Cassie dan Evan juga sebetulnya lebih dalam di buku. Aksi penyelamatan Sam juga lebih seru di bukunya.
Kesimpulannya, kami suka sih dua-duanya, filmnya bagus, bukunya juga bagus dan lebih detail dari filmnya. Menurut teman-teman gimana? Ada yang sudah nonton dan baca bukunya juga? Silahkan komentar di kolom komen di bawah yah.
Cari Review Buku
Tampilkan postingan dengan label Buku vs Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Buku vs Film. Tampilkan semua postingan
Rabu, 29 April 2020
Sabtu, 14 Maret 2020
Buku vs Film: One Shot by Lee Child vs Jack Reacher (Film) - Dua Makhluk Yang Berbeda
Oke...marilah kita bikin kesepakatan. Film Jack Reacher ini hanyalah...hanyalah...adaptasi dari salah satu novel karangan Lee Child, yang berjudul One Shot. Segala kemiripan ataupun ketidakmiripan dapat terjadi dalam bentuk apa saja, sebanyak apa pun. Agak lebay, tapi itulah kenyataannya.
Film Jack Reacher ini hadir di bioskop-bioskop tercinta pada tahun 2012, diadaptasi dari novel Lee Child yang berjudul One Shot yang terbit di tahun 2005. Lama juga kan ya adaptasinya. Kami kemarin baru bikin review si One Shot ini. Meskipun bukunya alurnya agak lambat, tapi ceritanya tetap seru, karena reacher berusaha memecahkan sebuah teka-teki kriminal. Lalu, untuk pembanding, kami menonton film adaptasinya.
Oke, sebelum masuk ke filmnya, mari kita gosipin Tom Cruise dulu, yang jadi tokoh Jack Reacher di film. Kami pernah menyinggung masalah ini sedikit di review novel Lee Child yang Die Trying. Secara fisik, Tom Cruise sebetulnya tidak pas untuk memerankan Jack Reacher. Kenapa? Karena di bukunya, Jack Reacher itu raksasa. Tinggi Jack Reacher itu seharusnya 190-an cm dengan berat sekitar 110kg. Bayangin segede apa coba yee kann orangnya. Buat gambaran, artis yang paling mendekati dengan fitur Jack Reacher, tiada lain tiada bukan adalah....Dwayne (The Rock) Johnson. Tapi kami ngebayangin Jack Reacher itu lebih lean sih, tanpa otot-otot berlebih ala The Rock. Tapi karakternya Tom Cruise memang cocok dengan tokoh Jack Reacher. Kalau The Rock, agak terlalu komedi. Ya ngga sih?
Oke, udahan dulu gosipnya. Sekarang mari kita membahas filmnya. Oh iya, Spoiler Warning! Review ini mengandung spoiler!
Dari awal film...sudah berasa bedanya. Makin ke tengah film, akhirnya kami menyerah. Buku dan film adalah dua makhluk yang berbeda. Cuman tokoh utama, dan cerita garis besarnya aja yang sama. Mari kita bahas beberapa perbedaannya.
Meteran Parkir
Ini sih trivial banget ya. Tidak penting tapi kelihatan banget. Di buku meteran parkir dibayar untuk per jam. Di film, hanya 30 menit saja.
Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Ini sih beda banget antara buku dan film. Kami sih menduganya karena mungkin produser tidak berhasil menemukan lokasi yang mirip. Di buku, lokasi penembakan adalah di sebuah gedung parkir baru yang masih dalam masa konstruksi tapi terbengkalai. Jarak dari gedung parkir lama tempat penembak parkir ke gedung parkir baru lokasi penembakan sekitar 35 langkah Jack Reacher. Di film? Lokasi Penembakan cuman paling 5 langkah dari lokasi parkir. Orang cuman di sebelah doang.
Jam penembakan juga beda. Di buku penembakan terjadi di sore hari saat jam rush hour, saat orang-orang pulang kantor dengan berbondong-bondong. Di film, hari masih terang. Suasana sepi. Lokasi korban juga beda jauh. Di buku, korban terjebak di jalan sempit antara dinding kolam dengan alun-alun, menjadikan mereka seperti bebek target. Di film, korban-korban ada di taman luas, terpencar-pencar. Perbedaan lokasi korban ini menjadikan peristiwa penembakan juga berbeda antara buku dengan film. Di buku, penembakan terjadi dengan cepat, sedangkan di film, bahkan jedanya saja lama.
James Barr & Linsky
Ini paling ngeselin sih, beneran. Plot di awal film ini merusak segalanya. Merusak segala unsur teka-teki kriminal yang harusnya menjadikan film ini seru dan menegangkan. Masa iya, dari awal udah ketahuan kalau pelakunya bukan Barr? Di buku, kita benar-benar ngga tahu lho Barr itu bersalah atau tidak. Bukti-bukti menunjukkan Barr bersalah, bahkan Reacher sendiri yakin kalau Barr bersalah.
Satu lagi karakter yang bikin geleng-geleng kepala, Linsky. Linsky ini harusnya sudah tua, dan cacat tulang punggung. Tapi di film Linsky kemudaan.
Bosan
One shot itu cerita thriller detektif yang temponya slow banget, dibikin film kalau ngga hati-hati bisa bikin bosen. Sayangnya, inilah yang kami rasakan. Filmnya bikin bosen, hiks. Buat penggemar bukunya, segala perbedaan ini akan bikin capek bin gemes. Kurang oke. Banyak plot-plot yang sebetulnya tidak perlu. Plot yang seru di bukunya, di film malah tidak ada. Kemungkinan besar karena beberapa tokoh kunci dihilangkan. Satu-satunya adegan yang bisa dibilang menghibur adalah adegan kejar-kejaran mobil. Yah, lumayan lah buat menghilangkan kebosanan. Ada hiburannya tersendiri.
Rosemary Barr vs Helen Rodin
Di buku, Rosemary Barr ini adik James Barr, dan dia salah satu tokoh kunci di kisah ini. Tapi karena tokoh Rosemary ini dihilangkan, Helen Rodin lah yang menjadi korban penculikan.
Pertarungan Reacher vs Charlie
Wah, ini lumayan bikin kesel juga sih. Adegan pertarungan Reacher di film ini sangat tidak Reacher sekali. Tidak sesuai dengan karakter Reacher. Di novel, Reacher adalah orang yang sangat efisien dan berkepala dingin dalam menyingkirkan musuh. Dia selalu memastikan bahwa semuanya beres total. Jadi, adegan di film itu tidak masuk akal. Buat apa Reacher menantang Charlie dalam adu jotos sementara dia bisa menembak Charlie dengan diam-diam dan langsung beres?
Ending
Kita angkat tangan banget deh. Endingnya juga beda banget. Cukuplah kami bilang kalau kami lebih suka ending di bukunya.
Kesimpulannya. Jelas. Kami lebih memilih bukunya dibandingkan filmnya. Jauuh. Tapi rating IMDB film Jack Reacher ini lumayan bagus sih, 7. Kalau belum membaca bukunya, film ini mungkin lumayan oke sih. Walaupun buat kami pun film ini terlalu lambat temponya sebagai film action. Tapi kalau sudah baca bukunya...saran kami hanya satu. Film dan bukunya adalah dua makhluk yang berbeda...bedanya banyak.
Apa teman-teman ada yang sudah menonton film dan membaca bukunya juga? Gimana tanggapannya? Silahkan komen di bawah yah.
Pic film: By Source, Fair use, https://en.wikipedia.org/w/index.php?curid=37219725
Film Jack Reacher ini hadir di bioskop-bioskop tercinta pada tahun 2012, diadaptasi dari novel Lee Child yang berjudul One Shot yang terbit di tahun 2005. Lama juga kan ya adaptasinya. Kami kemarin baru bikin review si One Shot ini. Meskipun bukunya alurnya agak lambat, tapi ceritanya tetap seru, karena reacher berusaha memecahkan sebuah teka-teki kriminal. Lalu, untuk pembanding, kami menonton film adaptasinya.
Oke, sebelum masuk ke filmnya, mari kita gosipin Tom Cruise dulu, yang jadi tokoh Jack Reacher di film. Kami pernah menyinggung masalah ini sedikit di review novel Lee Child yang Die Trying. Secara fisik, Tom Cruise sebetulnya tidak pas untuk memerankan Jack Reacher. Kenapa? Karena di bukunya, Jack Reacher itu raksasa. Tinggi Jack Reacher itu seharusnya 190-an cm dengan berat sekitar 110kg. Bayangin segede apa coba yee kann orangnya. Buat gambaran, artis yang paling mendekati dengan fitur Jack Reacher, tiada lain tiada bukan adalah....Dwayne (The Rock) Johnson. Tapi kami ngebayangin Jack Reacher itu lebih lean sih, tanpa otot-otot berlebih ala The Rock. Tapi karakternya Tom Cruise memang cocok dengan tokoh Jack Reacher. Kalau The Rock, agak terlalu komedi. Ya ngga sih?
Oke, udahan dulu gosipnya. Sekarang mari kita membahas filmnya. Oh iya, Spoiler Warning! Review ini mengandung spoiler!
Dari awal film...sudah berasa bedanya. Makin ke tengah film, akhirnya kami menyerah. Buku dan film adalah dua makhluk yang berbeda. Cuman tokoh utama, dan cerita garis besarnya aja yang sama. Mari kita bahas beberapa perbedaannya.
Meteran Parkir
Ini sih trivial banget ya. Tidak penting tapi kelihatan banget. Di buku meteran parkir dibayar untuk per jam. Di film, hanya 30 menit saja.
Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Ini sih beda banget antara buku dan film. Kami sih menduganya karena mungkin produser tidak berhasil menemukan lokasi yang mirip. Di buku, lokasi penembakan adalah di sebuah gedung parkir baru yang masih dalam masa konstruksi tapi terbengkalai. Jarak dari gedung parkir lama tempat penembak parkir ke gedung parkir baru lokasi penembakan sekitar 35 langkah Jack Reacher. Di film? Lokasi Penembakan cuman paling 5 langkah dari lokasi parkir. Orang cuman di sebelah doang.
Jam penembakan juga beda. Di buku penembakan terjadi di sore hari saat jam rush hour, saat orang-orang pulang kantor dengan berbondong-bondong. Di film, hari masih terang. Suasana sepi. Lokasi korban juga beda jauh. Di buku, korban terjebak di jalan sempit antara dinding kolam dengan alun-alun, menjadikan mereka seperti bebek target. Di film, korban-korban ada di taman luas, terpencar-pencar. Perbedaan lokasi korban ini menjadikan peristiwa penembakan juga berbeda antara buku dengan film. Di buku, penembakan terjadi dengan cepat, sedangkan di film, bahkan jedanya saja lama.
James Barr & Linsky
Ini paling ngeselin sih, beneran. Plot di awal film ini merusak segalanya. Merusak segala unsur teka-teki kriminal yang harusnya menjadikan film ini seru dan menegangkan. Masa iya, dari awal udah ketahuan kalau pelakunya bukan Barr? Di buku, kita benar-benar ngga tahu lho Barr itu bersalah atau tidak. Bukti-bukti menunjukkan Barr bersalah, bahkan Reacher sendiri yakin kalau Barr bersalah.
Satu lagi karakter yang bikin geleng-geleng kepala, Linsky. Linsky ini harusnya sudah tua, dan cacat tulang punggung. Tapi di film Linsky kemudaan.
Bosan
One shot itu cerita thriller detektif yang temponya slow banget, dibikin film kalau ngga hati-hati bisa bikin bosen. Sayangnya, inilah yang kami rasakan. Filmnya bikin bosen, hiks. Buat penggemar bukunya, segala perbedaan ini akan bikin capek bin gemes. Kurang oke. Banyak plot-plot yang sebetulnya tidak perlu. Plot yang seru di bukunya, di film malah tidak ada. Kemungkinan besar karena beberapa tokoh kunci dihilangkan. Satu-satunya adegan yang bisa dibilang menghibur adalah adegan kejar-kejaran mobil. Yah, lumayan lah buat menghilangkan kebosanan. Ada hiburannya tersendiri.
Rosemary Barr vs Helen Rodin
Di buku, Rosemary Barr ini adik James Barr, dan dia salah satu tokoh kunci di kisah ini. Tapi karena tokoh Rosemary ini dihilangkan, Helen Rodin lah yang menjadi korban penculikan.
Pertarungan Reacher vs Charlie
Wah, ini lumayan bikin kesel juga sih. Adegan pertarungan Reacher di film ini sangat tidak Reacher sekali. Tidak sesuai dengan karakter Reacher. Di novel, Reacher adalah orang yang sangat efisien dan berkepala dingin dalam menyingkirkan musuh. Dia selalu memastikan bahwa semuanya beres total. Jadi, adegan di film itu tidak masuk akal. Buat apa Reacher menantang Charlie dalam adu jotos sementara dia bisa menembak Charlie dengan diam-diam dan langsung beres?
Ending
Kita angkat tangan banget deh. Endingnya juga beda banget. Cukuplah kami bilang kalau kami lebih suka ending di bukunya.
Kesimpulannya. Jelas. Kami lebih memilih bukunya dibandingkan filmnya. Jauuh. Tapi rating IMDB film Jack Reacher ini lumayan bagus sih, 7. Kalau belum membaca bukunya, film ini mungkin lumayan oke sih. Walaupun buat kami pun film ini terlalu lambat temponya sebagai film action. Tapi kalau sudah baca bukunya...saran kami hanya satu. Film dan bukunya adalah dua makhluk yang berbeda...bedanya banyak.
Apa teman-teman ada yang sudah menonton film dan membaca bukunya juga? Gimana tanggapannya? Silahkan komen di bawah yah.
Pic film: By Source, Fair use, https://en.wikipedia.org/w/index.php?curid=37219725
Senin, 09 Maret 2020
Buku vs Film: The Lord of The Rings - Return of The King. Banyak Yang Berbeda.
Di postingan sebelum ini kami sudah mereview novel terakhir dari trilogi The Lord of The Rings ini. Sekarang, mari kita bandingkan dengan filmnya. Secara umum sih ya, menurut kami, bedanya banyak banget ya. Jangan salah, film-nya tetep epic, bagus banget, keren. Tapi memang sama bukunya lumayan banyak yang berbeda, banyak tokoh yang hilang, bahkan ada pertempuran yang hilang, yaa...memang sih, kalau mau nurut sama bukunya biaya produksinya mungkin bisa bengkak banget. Dengan adanya perubahan-perubahan, maka bakal ada adegan tambahan di filmnya. Perubahan-perubahan ini ada yang menurut kita oke-oke aja, ada juga yang menurut kami kurang oke. Tapi ini pendapat pribadi kami aja yaa.
Okay, marilah yuk kita bahas beberapa.
Awal Cerita
Di film, cerita diawali dengan adegan yang menceritakan siapa sebenarnya Smeagol, alias Gollum. Diteruskan dengan adegan Pippin dan Merry setelah penghancuran Isengard. Tapi seperti kita ketahui, kisah di Isengard ini sebenarnya ada di buku kedua, The Two Towers.
Kematian Saruman
Kematian Saruman antara buku dan film bedanya jauh banget. Tapi ini ada hubungannya dengan dihilangkannya kisah pembersihan begundal di Shire. Sama-sama dibunuh sama Grima Wormtongue, tapi adegannya beda. Kalau di film, Saruman dibunuh di Isengard. Kalau di buku, Saruman masih hidup, bahkan jauh setelah Perang Cincin selesai. Saruman sempat mengacau di Shire. Baru setelah para Hobbit kembali ke Shire dan setelah pertempuran di Bywater, akan terjadi peristiwa pembunuhan Saruman di Shire.
Palantir Isengard
Kisah Palantir ini juga berbeda antara film dan buku. Kalau di film, Palantir ikut jatuh bersama tubuh Saruman yang jatuh dari menara. Kalau di buku, Palantir jatuh karena dilempar Grima yang mengiranya sebagai batu yang tidak berharga.
Adu Domba Gollum
Ini adalah murni plot tambahan di film...yang menurut kami...benar-benar tidak perlu. Di buku Gollum tidak mengadu domba Sam dan Frodo, sehingga Sam dan Frodo masuk ke sarang Shelob bersama-sama. Kami tidak terlalu suka dengan plot tambahan ini, menurut kami plot aslinya lebih seru. Kami memang tidak terlalu suka cerita adu domba begini sih.
Denethor (ayah Boromir dan Faramir)
Jujur, kami lebih suka karakter tokoh Denethor yang ada di buku. Karena kalau di buku, Denethor masih ada wibawanya. Dia baru menggila ketika Faramir pulang dengan sekarat. Kalau di filmnya, kayaknya dari awal ya dia memang sudah sinting. Di film Denethor jadi tokoh yang menyebalkan. Bukan berarti di buku menyenangkan yaa. Tapi kalau di buku karakternya masih bisa diterima dan cukup ada wibawanya, sebelum dia menggila tentunya. Kisah kematian Denethor juga berbeda antara buku dengan film.
Kenapa Denethor bisa sesinting itu? Kalau mau analisis sedikit, mengambil gambaran dari buku dan filmnya, sebenarnya Denethor cukup haus akan kekuasaan. Dia hanyalah Pejabat Gondor, pengganti sementara karena ketiadaan seorang raja. Tapi ketika terlihat datangnya seorang pewaris raja, dia justru berusaha menyangkalnya. Kalau di buku, kegilaan Denethor juga terjadi akibat seringnya dia melihat ke dalam Palantir dan beradu kekuatan dengan Sauron. Lama kelamaan dia pun disetir oleh Sauron.
Jalan Orang-Orang Mati
Dengan dihilangkannya peran kaum Dunedain yang membantu Aragorn, maka Aragorn masuk ke Jalan Orang-Orang Mati ini hanya bertiga dengan Gimli dan Legolas. Perjalanannya lebih seru yang di buku sih. Tapi adegan yang di film juga punya pesonanya sendiri. Gimli kocak banget di sini. Tiup aja terus hantunya, wakakakakak.
Ending
Ini paling berasa sih ya. Tapi ya ngga salah juga sih, karena ending paling lengkap itu ada di apendiks, bukan di cerita utamanya. Kami juga sangat menyesalkan adegan di Shire yang dihapus sama sekali. Padahal kisah pembersihan di Shire ini seru lho. Merry dan Pippin disini punya peran besar.
Secara keseluruhan, sejujurnya, kami lebih memilih cerita di bukunya. Tapi filmnya juga bagus dan keren. Kalau teman-teman bagaimana? Lebih suka buku atau filmnya? Silahkan komen di kolom komentar di bawah yah.
Pic: Wikipedia
Pic: Wikipedia
Jumat, 18 Oktober 2019
Buku vs Film: The Lord of the Rings - The Two Towers. Sama-Sama Keren!
Kembali lagi kita membahas Buku vs Film! Kali ini kami mau membahas The Lord of the Rings - The Two Towers. Teman-teman sudah baca buku dan nonton filmnya kan? Kalau belum, spoiler warning yah, nanti di postingan ini akan banyak spoilernya, jadi resiko ditanggung sendiri yaa. Oiya, untuk yang belum baca review novelnya, bisa ke posting sebelumnya, Review Novel The Lord of the Rings: The Two Towers by J.R.R. Tolkien - Berakhir Menegangkan.
Pertama-tama kami mau bilang satu hal yang pasti. Bahwa film dan bukunya sama-sama wajib dinikmati dua-duanya, karena sama-sama bagus dan sama-sama keren. Mana yang lebih bagus? Tidak, dua-duanya sama-sama bagusnya. Kalau soal perbedaan antara buku dan film, itu sih sudah pasti ada ya. Tapi buat kami perbedaannya itu tidak terlalu terasa mengecewakan. Ya memang beda aja gitu. Marilah kita bahas.
Kita mau bahas apa saja yang berbeda antara buku sama filmnya. Ini yang kita inget banget saja ya, yang cukup memberi kesan. Jadi tidak detail banget. Kalau ada yang kelewatan atau ada yang mau dibahas, silahkan komen di kolom komen yah.
Rombongan Aragorn, Legolas, dan Gimli
Mereka mengejar jejak para Orc yang menculik Merry dan Pippin sampai semua terlambat. Rombongan Orc dimusnahkan oleh para penunggang Rohan. Nah, kalau di bukunya, percakapan antara rombongan dan para penunggang rohan itu berlangsung cukup alot, sampai akhirnya mereka diberikan kuda untuk perjalanan mereka. Kalau di film, percakapan mereka singkat saja, dan langsung diberikan kuda. Hmm...ini sih kayaknya mau menyingkat durasi ya sepertinya.
Merry dan Pippin
Cerita ketika mereka dalam perjalanan bersama Orc lebih panjang, lebih detail, dan lebih seru di buku.Yang di film juga seru kok, jangan salah. Cara pippin membebaskan diri dan memberikan jejak juga berbeda antara buku dengan film. Pertemuan Pippin dan Merry dengan Gandalf juga berbeda antara buku dan film. Di film, mereka bertemu di hutan Fangorn, di buku, kalau tidak salah ingat ya, mereka baru bertemu di Isengard, sebelum penyerangan Ent terhadap Isengard.
Nah, omong-omong soal masalah Ent. Cerita Ent di buku sangat berbeda dengan di film. Di bukunya, para Ent sepakat untuk menyerang Isengard. Kesepakatan ini diperoleh saat Entmoot. Tapi di filmnya, kesepakatan Entmoot-nya justru mereka menolak ikut berperang. Mereka baru mau berperang ketika Treebeard akhirnya melihat hutan-hutan Fangorn yang gundul akibat ulah Saruman.
Peperangan Helm's Deep
Peperangan di Helm's Deep ini juga cukup beda jauh antara buku dengan film. Dua-duanya sama-sama seru, tapi yang di film lebih keren karena ada pasukan elf yang ikut bertarung. Ending perang juga berbeda cukup jauh. Kalau di film kemenangan diperoleh ketika pasukan Eomer akhirnya datang bersama Gandalf. Sedangkan di bukunya, Eomer sudah dari awal ikut bertarung bersama pasukan raja. Bantuan datang dari pasukan Erkenbrand bersama dengan kedatangan Gandalf. Di buku, tidak ada pasukan elf yang ikut membantu.
Raja Theoden dan Faramir
Nah, Raja Theoden di buku dengan di film menurut kami sangat berbeda. Di film menurut kami Raja Theoden digambarkan terlalu lemah dan peragu. Terlalu takut tapi keras kepala. Kalau dibukunya, setelah lepas dari cengkraman Grima (Grima di film on point banget menurut kami. Cocok. Pas banget.), Raja Theoden memberikan kesan sebagai raja yang kuat dan bijaksana. Siap berperang dengan penuh semangat dan kekuatan. Kami lebih suka Raja Theoden yang di buku daripada yang di film.
Nah, tokoh Faramir juga sama. Secara garis besar kami lebih suka Faramir yang ada di buku dibandingkan yang ada di film. Di buku Faramir jauh lebih bijaksana. Di film, Faramir seperti punya masalah keluarga karena selalu dibeda-bedakan dengan Boromir.
Tapi yah, perubahan ini sih memang memberikan cerita baru yang berbeda sama sekali dari bukunya. Untuk ukuran film, cerita ini memang membuat film-nya jadi lebih banyak adegan-adegan seru.
Ending
Endingnya beda banget sama yang di buku. Kalau di buku, Endingnya justru menegangkan banget. Berakhir dengan Frodo yang ditawan di menara oleh para Orc. Di film, ceritanya belum sampai di sini. Ketemu Shelob aja belom kok. Di film, endingnya lebih memberikan "harapan".
Ada tokoh-tokoh baru juga yang ada di film tapi tidak ada di buku. Gamling, salah satu pengawal Theoden, dan Haldir, sang komandan pasukan elf adalah salah satu tokoh baru yang cukup mencolok.
Kira-kira itulah beberapa perbedaan antara buku dengan filmnya yang cukup besar yah.
Pertama-tama kami mau bilang satu hal yang pasti. Bahwa film dan bukunya sama-sama wajib dinikmati dua-duanya, karena sama-sama bagus dan sama-sama keren. Mana yang lebih bagus? Tidak, dua-duanya sama-sama bagusnya. Kalau soal perbedaan antara buku dan film, itu sih sudah pasti ada ya. Tapi buat kami perbedaannya itu tidak terlalu terasa mengecewakan. Ya memang beda aja gitu. Marilah kita bahas.
Kita mau bahas apa saja yang berbeda antara buku sama filmnya. Ini yang kita inget banget saja ya, yang cukup memberi kesan. Jadi tidak detail banget. Kalau ada yang kelewatan atau ada yang mau dibahas, silahkan komen di kolom komen yah.
Rombongan Aragorn, Legolas, dan Gimli
Mereka mengejar jejak para Orc yang menculik Merry dan Pippin sampai semua terlambat. Rombongan Orc dimusnahkan oleh para penunggang Rohan. Nah, kalau di bukunya, percakapan antara rombongan dan para penunggang rohan itu berlangsung cukup alot, sampai akhirnya mereka diberikan kuda untuk perjalanan mereka. Kalau di film, percakapan mereka singkat saja, dan langsung diberikan kuda. Hmm...ini sih kayaknya mau menyingkat durasi ya sepertinya.
Merry dan Pippin
Cerita ketika mereka dalam perjalanan bersama Orc lebih panjang, lebih detail, dan lebih seru di buku.Yang di film juga seru kok, jangan salah. Cara pippin membebaskan diri dan memberikan jejak juga berbeda antara buku dengan film. Pertemuan Pippin dan Merry dengan Gandalf juga berbeda antara buku dan film. Di film, mereka bertemu di hutan Fangorn, di buku, kalau tidak salah ingat ya, mereka baru bertemu di Isengard, sebelum penyerangan Ent terhadap Isengard.
Nah, omong-omong soal masalah Ent. Cerita Ent di buku sangat berbeda dengan di film. Di bukunya, para Ent sepakat untuk menyerang Isengard. Kesepakatan ini diperoleh saat Entmoot. Tapi di filmnya, kesepakatan Entmoot-nya justru mereka menolak ikut berperang. Mereka baru mau berperang ketika Treebeard akhirnya melihat hutan-hutan Fangorn yang gundul akibat ulah Saruman.
Peperangan Helm's Deep
Peperangan di Helm's Deep ini juga cukup beda jauh antara buku dengan film. Dua-duanya sama-sama seru, tapi yang di film lebih keren karena ada pasukan elf yang ikut bertarung. Ending perang juga berbeda cukup jauh. Kalau di film kemenangan diperoleh ketika pasukan Eomer akhirnya datang bersama Gandalf. Sedangkan di bukunya, Eomer sudah dari awal ikut bertarung bersama pasukan raja. Bantuan datang dari pasukan Erkenbrand bersama dengan kedatangan Gandalf. Di buku, tidak ada pasukan elf yang ikut membantu.
Raja Theoden dan Faramir
Nah, Raja Theoden di buku dengan di film menurut kami sangat berbeda. Di film menurut kami Raja Theoden digambarkan terlalu lemah dan peragu. Terlalu takut tapi keras kepala. Kalau dibukunya, setelah lepas dari cengkraman Grima (Grima di film on point banget menurut kami. Cocok. Pas banget.), Raja Theoden memberikan kesan sebagai raja yang kuat dan bijaksana. Siap berperang dengan penuh semangat dan kekuatan. Kami lebih suka Raja Theoden yang di buku daripada yang di film.
Nah, tokoh Faramir juga sama. Secara garis besar kami lebih suka Faramir yang ada di buku dibandingkan yang ada di film. Di buku Faramir jauh lebih bijaksana. Di film, Faramir seperti punya masalah keluarga karena selalu dibeda-bedakan dengan Boromir.
Tapi yah, perubahan ini sih memang memberikan cerita baru yang berbeda sama sekali dari bukunya. Untuk ukuran film, cerita ini memang membuat film-nya jadi lebih banyak adegan-adegan seru.
Ending
Endingnya beda banget sama yang di buku. Kalau di buku, Endingnya justru menegangkan banget. Berakhir dengan Frodo yang ditawan di menara oleh para Orc. Di film, ceritanya belum sampai di sini. Ketemu Shelob aja belom kok. Di film, endingnya lebih memberikan "harapan".
Ada tokoh-tokoh baru juga yang ada di film tapi tidak ada di buku. Gamling, salah satu pengawal Theoden, dan Haldir, sang komandan pasukan elf adalah salah satu tokoh baru yang cukup mencolok.
Kira-kira itulah beberapa perbedaan antara buku dengan filmnya yang cukup besar yah.
Kamis, 19 September 2019
Buku vs Film: A Time to Kill - Sama-Sama Bagus dengan Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing
Okay, sebelumnya kami sudah mereview buku A Time To Kill karangan John Grisham ini. Buat kami, buku ini bagus banget dan seru. Gaya berceritanya juga enak. Untuk review lengkapnya silahkan langsung ke postingan review bukunya yah. Nah, karena kami juga sudah menonton filmnya, sekarang saatnya membandingkan antara film dan bukunya. Manakah yang lebih bagus? Apa aja kelebihan dan kekurangannya? Tentu saja ini opini pribadi kami yaa.
A Time to Kill ini film lama. Film tahun 1996. Pemeran utamanya ada Sandra Bullock (sebagai Ellen Roark), Samuel L. Jackson (sebagai Carl Lee Hailey), dan Matthew McConaughey (sebagai Jack Brigance).
Okay, sampai di sini mari kita bahas dulu soal perannya Sandra Bullock sebagai Ellen Roark. Sejujurnya yah, kami tidak terlalu suka dengan tokoh Ellen Roark di novelnya. Kenapa? Menurut kami, tokoh Ellen Roark ini semacam tokoh pengganti untuk mengisi kekosongan tokoh wanita pendukung. Ellen Roark muncul setelah Carla, istri Jack Brigance, pergi mengungsi ke rumah orangtuanya karena situasi yang mulai membahayakan. Ellen Roark ini menurut kami memberikan plot sampingan yang tidak perlu, yaitu hampir terjadinya affair antara Ellen Roark dan Jack Brigance. Tokoh yang menurut kami sebenarnya krusial, yaitu salah satu juri yang menyebabkan terjadinya keputusan bulat, Wanda Womack, justru dihilangkan dari film. Ini menurut kami sangat disayangkan sekali. Di film, peran Wanda Womack ini dialihkan ke peran Jack Brigance.
Sekarang mari kita lihat dari sisi ceritanya. Secara garis besar, film dan bukunya sama kok. Menurut kami sih sudah sesuai antara novel dan film. Tapi secara detail, tentu saja novelnya lebih detail. Ada beberapa bagian di film yang menurut kami akan lebih jelas latar belakangnya kalau kita sudah baca novelnya. Soal ending, sama-sama ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Untuk keputusan pengadilannya, kita lebih suka yang di novel. Lebih detail dan rasanya lebih masuk akal. Tapi filmnya seperti menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari ending di bukunya. Jadi lebih bulet lah ceritanya, lebih tuntas. Seperti pertanyaan "Kemanakah KKK pada akhirnya?" atau "Bagaimana dengan reaksi Carla?"
Film ini film lama banget, film tahun 1996. Kalau misalnya teman-teman bertanya-tanya, akankah film ini di remake? Kami tidak tahu juga sih, tapi kemungkinan sih tidak ya. Alasan utama kemungkinan adalah soal isu rasisme yang diangkat cerita A Time to Kill. Kalau di film, entah kenapa rasismenya terasa banget. Beda dibandingkan saat membaca bukunya. Kalau kita membaca buku, kita seperti bisa set mindset kita dulu. Bahwa ini kejadian di tahun sekian, saat masa-masa itu. Seperti itu kira-kira. Belum lagi masalah adanya KKK, ini bisa jadi topik yang sangat sensitif.
Kesimpulan kami, film dan novel A Time to Kill sama-sama bagus dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kami merekomendasikan dua-duanya.
Ada yang sudah nonton film dan baca bukunya juga? Gimana pendapatnya? Silahkan berikan komentarnya yah ^_^
A Time to Kill ini film lama. Film tahun 1996. Pemeran utamanya ada Sandra Bullock (sebagai Ellen Roark), Samuel L. Jackson (sebagai Carl Lee Hailey), dan Matthew McConaughey (sebagai Jack Brigance).
Okay, sampai di sini mari kita bahas dulu soal perannya Sandra Bullock sebagai Ellen Roark. Sejujurnya yah, kami tidak terlalu suka dengan tokoh Ellen Roark di novelnya. Kenapa? Menurut kami, tokoh Ellen Roark ini semacam tokoh pengganti untuk mengisi kekosongan tokoh wanita pendukung. Ellen Roark muncul setelah Carla, istri Jack Brigance, pergi mengungsi ke rumah orangtuanya karena situasi yang mulai membahayakan. Ellen Roark ini menurut kami memberikan plot sampingan yang tidak perlu, yaitu hampir terjadinya affair antara Ellen Roark dan Jack Brigance. Tokoh yang menurut kami sebenarnya krusial, yaitu salah satu juri yang menyebabkan terjadinya keputusan bulat, Wanda Womack, justru dihilangkan dari film. Ini menurut kami sangat disayangkan sekali. Di film, peran Wanda Womack ini dialihkan ke peran Jack Brigance.
Sekarang mari kita lihat dari sisi ceritanya. Secara garis besar, film dan bukunya sama kok. Menurut kami sih sudah sesuai antara novel dan film. Tapi secara detail, tentu saja novelnya lebih detail. Ada beberapa bagian di film yang menurut kami akan lebih jelas latar belakangnya kalau kita sudah baca novelnya. Soal ending, sama-sama ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Untuk keputusan pengadilannya, kita lebih suka yang di novel. Lebih detail dan rasanya lebih masuk akal. Tapi filmnya seperti menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari ending di bukunya. Jadi lebih bulet lah ceritanya, lebih tuntas. Seperti pertanyaan "Kemanakah KKK pada akhirnya?" atau "Bagaimana dengan reaksi Carla?"
Film ini film lama banget, film tahun 1996. Kalau misalnya teman-teman bertanya-tanya, akankah film ini di remake? Kami tidak tahu juga sih, tapi kemungkinan sih tidak ya. Alasan utama kemungkinan adalah soal isu rasisme yang diangkat cerita A Time to Kill. Kalau di film, entah kenapa rasismenya terasa banget. Beda dibandingkan saat membaca bukunya. Kalau kita membaca buku, kita seperti bisa set mindset kita dulu. Bahwa ini kejadian di tahun sekian, saat masa-masa itu. Seperti itu kira-kira. Belum lagi masalah adanya KKK, ini bisa jadi topik yang sangat sensitif.
Kesimpulan kami, film dan novel A Time to Kill sama-sama bagus dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kami merekomendasikan dua-duanya.
Ada yang sudah nonton film dan baca bukunya juga? Gimana pendapatnya? Silahkan berikan komentarnya yah ^_^
Langganan:
Postingan (Atom)
Amazon Associates Disclaimer
Blog ini adalah partisipan dalam program Affiliasi Amazon.com. Kami akan mendapatkan sedikit komisi jika ada penjualan yang terjadi melalui salah satu link di blog ini.