Review kali ini akan agak berbeda. Buku ini menarik banget buat ditelaah cukup dalam. Jadi bakal banyak spoiler nantinya. Kami juga ingin membahas tokoh-tokohnya, karena setiap tokoh yang punya peran besar menarik untuk dibahas. Jadi yang keberatan sama spoiler, hmmm...mungkin baca bukunya dulu aja kali ya baru baca postingan ini lagi. He3.
Oh iya, ada peringatan juga soal buku ini. Ini novel dewasa yaaa, dan bukan yang ringan. Karena ini thriller, sudah pasti ada pembunuhan. Tapi juga ada tentang kekerasan, melukai diri, hubungan badan, penyalahgunaan obat-obatan, perundungan, minuman keras, kelainan mental, dan psikopat. Oh iya, ada pula penggambaran gamblang dari peternakan yang ngga ada kesejahteraan hewani banget. Ini juga warning nih. Weleh....ini bukan novel thriller yang ringan sama sekali.
Mari kita lihat jalan ceritanya secara garis besar.
------
Kalau biasanya novel thriller dilihat dari sudut pandang detektif, novel ini menyajikan sudut pandang yang berbeda. Camille Preaker adalah seorang wartawan kriminal. Bisa dibilang wartawan kelas dua, biasa-biasa saja, dari suatu media cetak yang sudah menurun pamornya di Chicago. Kita akan mengikuti semua cerita ini dari sudut pandang Camille.
Kantor Camille butuh cerita yang menggebrak. Cerita yang belum terjamah oleh media saingannya yang besar-besar. Ketika Wind Gap punya kasus pembunuhan seorang gadis kecil, lalu ada lagi gadis yang menghilang, Camille ditugaskan untuk meliput kesana, terlepas dari keengganan Camille.
Wind Gap adalah kota kelahiran Camille yang sangat ingin dia hindari. Masa kecilnya sangat suram. Camille sebetulnya ingin menghindari ibunya, tapi keterbatasan dana dari kantor memaksa Camille untuk tinggal di rumah keluarganya selama ia bekerja di sana. Rumah keluarga yang besar dan bergaya Victoria. Selama di Wind Gap Camille harus menghadapi Adora, ibunya, yang punya perasaan yang sama dengan Camille, tidak menginginkan Camille ada di sana. Ada juga adik tiri Camille, Amma yang sering sakit. Ada Alan, ayah tirinya. Tapi ada juga bayang-bayang Marian, adik Camille yang sudah tiada.
Wind Gap itu kota kecil, dengan penduduk yang saling mengenal satu sama lain. Atau setidaknya tahu. Penduduknya jarang yang pergi dari kota itu, dan pendatang baru juga sedikit. Kedatangan Camille membangkitkan banyak kenangan lama, karena banyak teman lamanya yang masih disana. Tapi kedatangan Camille yang mengorek-ngorek informasi di sana juga tidak seluruhnya disambut. Wind Gap adalah tempat yang terkenal dengan peternakan dan produksi daging babinya. Adora merupakan salah satu pemilik peternakan ini, dan salah satu peternakan yang sukses dan besar. Sumber kekayaan Adora dan keluarganya.
Ketika gadis kedua yang menghilang akhirnya ditemukan, tewas, dan sama-sama kehilangan giginya, Wind Gap kembali berduka. Semua orang takut kehilangan anak gadisnya. Mereka mulai menjaga anak gadi mereka rapat-rapat. Termasuk Adora, yang menjaga Amma rapat-rapat. Tapi sepertinya usahanya tidak berhasil. Amma memang manis dan penurut di rumah, manja, walau sesekali bisa sangat menuntut. Tapi diluar penglihatan Adora, Amma sangat liar. Bersama ketiga temannya, Amma bisa melakukan apa saja. Amma terkenal sebagai pemimpin dalam geng kecil mereka. Sikapnya bisa sangat kejam kepada yang lain. Minum-minum, narkoba, bahkan bermain-main bersama anak-anak laki-laki seperti kegiatan yang biasa mereka lakukan. Tapi ingat, Amma ini masih 13 tahun.
Karena kasus pembunuhan ini, Richard Willis, detektif dari Kansas City ditugaskan untuk membantu penyelidikan. Richard yang orang luar, butuh pandangan penduduk setempat. Camille, butuh informasi yang bisa dia kutip dari kepolisian. Kalau mereka saling tertarik, mungkin adalah sesuatu yang wajar saja. Richard cukup tampan, Camille cantik...tapi dengan masalahnya sendiri.
Kenapa novel ini diberi judul Sharp Objects? Segala yang tajam. Semua karena Camille. Camille punya masalah mental. Camille punya kecenderungan untuk melukai diri sendiri, mengukir kata-kata di kulitnya dengan benda tajam. Meninggalkan bekas luka hampir di seluruh tubuhnya. Ini terjadi di masa lalu, Camille sudah terapi, tapi kadang denyut di kulitnya masih menggodanya untuk melakukan hal yang sama. Bekas luka ini menghalangi Camille dari segala bentuk kencan dalam hidupnya selama beberapa tahun, setidaknya hingga kehadiran Richard di Wind Gap.
Tapi siapa sebetulnya pelakunya? Saksi mata anak-anak mengatakan dia melihat salah satu gadis itu diculik oleh seorang wanita. Tapi tidak ada yang percaya. Tidak ada wanita yang sanggup melakukan apa yang terjadi. John Keene harus menderita karena tuduhan pembunuhan yang banyak digosipkan oleh penduduk Wind Gap. Padahal adik perempuan John adalah salah satu korbannya. Kesalahan John hanya satu. Keluarga Keene adalah pendatang baru di Wind Gap.
Di antara usaha Camille mencari informasi untuk artikel beritanya dan siksaan batin yang harus dialami karena tinggal kembali bersama Adora, Camille malah menyingkap kebenaran lama soal masa lalunya. Apa yang sudah dilakukan Adora pada Marian, kenapa Marian selalu sakit, dan kenapa meninggal, Apa yang sekarang dilakukan Adora kepada Amma. Tapi ternyata Amma pun tidak sepolos itu, Amma punya perannya sendiri, Amma punya strateginya sendiri, Amma punya...kekejamannya sendiri.
--------
Novel ini gilanya....twisted banget. Tidak ada tokoh yang benar-benar bersih. Well, ada sih satu atau dua. Camille punya masalah melukai diri sendiri dan minum-minum. Wind Gap bukan kota kecil yang manis, tapi kota yang diam-diam dipenuhi masalah. Semua bisa minum-minum, obat-obatan bisa bebas dimiliki ibu-ibu, nenek-nenek, bahkan Amma pun bisa berpesta dengan itu, Adora menyimpan banyak obat-obatan keras aneka jenis. Bahkan gadis-gadis yang jadi korban pembunuhan juga punya kekejaman mereka sendiri. Kejam lho, bukan sekedar nakal.
Ini buat teman-teman yang belum baca atau nonton serinya yah, jadi belum tahu siapa pelakunya. Novel ini sebenarnya tidak menutup-nutupi siapa yang bersalah atau punya tindakan yang patut dipertanyakan. Tapi itu bisa jadi adalah tipuan. Tebakan kami atas siapa pelakunya cuman setengah benar, karena ternyata pelakunya justru korban pelaku. Nahhhh...lhoooo....
Ritme novel ini sebetulnya lambat, santai. Mood yang dibawakan gloomy banget. Cukup gelap nuansanya. Ini kami agak susah mencari istilah bahasa Indonesianya. Tapi paham lah ya, semoga. Tapi novel ini juga bikin penasaran. Kami tidak bisa stop membaca kecuali memang karena sudah lelah atau ada keperluan lain. Apa aja informasi yang bisa didapatkan Camille? Amma ngapain aja? Adora kenapa sih? Gimana selanjutnya hubungan Camille dengan Richard? Dan ketika akhirnya terjadi plot twist, dunia serasa jungkir balik, dan cuman bisa komen...gila yah....
Sekarang mau membahas beberapa tokoh-tokohnya sedikit lebih dalam. Karena mereka memang bagus buat dianalisis.
Camille Preaker
Sepanjang kita membaca buku, yang kayaknya sih belom banyak-banyak banget ya, baru kali ini menemukan tokoh utama yang sebermasalah Camille. Semua tokoh utama pasti punya masalah, tapi entah kenapa masalah Camille ini terasa mendesak dan berat. Camille adalah anak diluar nikah Adora. Camille tidak tahu siapa ayahnya, dan Adora juga tidak mau mengatakan apa-apa. Hubungan Camille dan Adora sangat tegang. Camille merasa Adora tidak pernah menyayanginya. Adora lebih memilih adik-adik tirinya. Adora sendiri menganggap Camille anak yang tidak patuh. Camille punya sejarah menyakiti diri sendiri, mengukir tubuhnya dengan benda tajam, menuliskan kata-kata. Camille sudah terapi dan sudah berhenti melakukannya. Tapi sepanjang novel kita tahu bahwa kecenderungan Camille untuk melakukannya kembali tetap ada. Apalagi sekarang dia kembali di bawah tekanan Adora. Camille berusaha mengalihkan kecenderungan ini dengan menuliskan kata-kata hanya dengan pulpen, dan lari ke minuman keras. Kami belum menangkap sih kenapa Camille bisa seperti ini. Tapi kalau boleh menebak-nebak, sepertinya sikap Adora yang secara tidak sadar mendorong Camille melukai dirinya sendiri. Mungkin alam bawah sadar Camille menganggap, Adora akan memperhatikannya kalau Camille sakit. Camille sebenarnya orangnya cukup tenang, meskipun sedang stress, dia seperti menghadapi semuanya dengan cukup tenang. Punya strateginya sendiri dan cukup santai.
Karena bekas luka di tubuhnya, Camille tidak punya kehidupan romantis sampai dia akhirnya bertemu Richard di Wind Gap. Tapi ini akan menjadi cerita tersendiri nanti. Hubungan Adora dan Camille sangat tegang. Hubungan ibu dan anak yang sangat disfungsional. Adora punya penyakit mentalnya sendiri, yang akan kami bahas di profil Adora. Camille sebetulnya termasuk beruntung karena Adora tidak terlalu "sayang" padanya.
Menurut kami, Camille adalah tokoh utama yang punya profil kuat. Kepribadian Camille pada dasarnya baik, tapi Camille juga punya masalahnya sendiri yang keras. Kebiasaan minum-minum dan kecenderungan untuk mudah berbuat negatif (pesta bersama Amma, dan hubungan kilatnya dengan John Keene) membuat pembaca juga tidak bisa mengidolakan Camille sebagai heroine di novel ini. Istilahnya, kita kasihan, tapi yang dikasihani juga dosanya banyak. Jadi gimana dong? Wakakak. Tapi kami punya simpati tersendiri terhadap Camille. Masa kecilnya terlalu traumatis. Camille memang menyakiti diri sendiri. Tapi setidaknya, sampai akhir novel dia tidak pernah menyakiti orang lain. Camille juga rela berkorban, menerima siksaan "kasih sayang" Adora agar ada bukti ketika polisi menahan Adora.
Adora
"Menurutku ada wanita yang tidak berbakat menjadi ibu. Dan ada wanita yang tidak berbakat menjadi anak perempuan." ini jawaban Camille sewaktu Richard menanyakan apakah Camille dekat dengan ibunya atau tidak. Kalimat ini terdengar kontroversial. Tapi kalau kita mau melihat dunia secara lebih luas dan objektif, kalimat ini sebetulnya cukup jujur. Apalagi di dalam novel ini.
Keengganan Adora terhadap Camille terasa mencekik. Apa hanya karena Camille bukan anak penurut? Makannya Adora segitu tidak sukanya dengan Camille. Atau karena status Camille yang merupakan anak di luar nikah? Di depan Camille, Adora terang-terangan lebih mengurus adik-adik tirinya. Ketika Marian meninggal, Adora berduka dan mengunci dirinya di kamar, melupakan kalau dia masih punya anak perempuan satu lagi.
Salah satu kekejaman Adora terhadap Camille yang paling kami ingat adalah ketika Adora membawa Camille dan Amma untuk berbelanja baju. Adora memaksa Camille mencoba gaun-gaun terbuka, padahal Adora tahu dengan pasti semua bekas luka di sekujur tubuh Camille. Camille selalu memakai pakaian tertutup. Ketika Camille tidak mau keluar dari kamar ganti, Adora memaksa Camille untuk keluar. Memaksa Camille menunjukkan semua bekas luka yang terlihat kepada dunia. Oke, agak lebay, setidaknya memperlihatkan luka-luka itu di muka umum. Di toko yang mereka datangi. Mempermalukan Camille. Amma pun terkejut melihatnya. Buat kami ini salah satu mental abuse yang terparah yang bisa dilakukan seorang ibu kepada anaknya. Dengan sengaja mempermalukan anaknya di tempat umum. Ngga banget.
Seiring dengan berjalannya novel, akhirnya terungkap bahwa Adora memiliki kelainan mental Munchausen by Proxy (MBP). MBP itu merupakan kelainan mental dimana sang pengurus (biasanya dan seringnya sang ibu), dengan sengaja membuat sang anak atau orang yang diurusnya sakit untuk mendapatkan perhatian. Inilah yang membunuh Marian, apa yang terjadi pada Amma, dan apa yang kemudian terjadi pada Camille. Kami pertama kali mendengar soal MBP ini waktu lagi heboh-hebohnya TV seri The Act. The Act ini berdasarkan kisah nyata, jadi yah, MBP itu nyata adanya.
Tapi Adora juga punya traumanya sendiri. Hubungan Adora dengan Joya, ibunya, sama saja dengan hubungan antara Adora dengan Camille. Ketiadaan kasih sayang, dan kekejaman Joya yang kemudian menjadi bahan gosip ibu-ibu lain di Wind Gap. Trauma dan kekejaman keluarga ini sepertinya turun temurun. Camille mungkin bisa dibilang yang paling normal.
Richard Willis
Menurut kami, tokoh Richard ini bisa memenangkan piala sebagai Pria Terbrengsek di novel ini. Wakakak. Jangan tertipu dengan rayuan manisnya yang menggebu-gebu. Tarik ulur informasi antara Camille dan Richard, bisa membuat pembaca gemas dan berharap ini lah bumbu romansa yang akan mencerahkan novel ini. Kami hanya bisa bilang....jangan banyak berharap deh...
Jangan salah, Richard memang memanfaatkan Camille untuk informasi. Tapi disisi lain, Camille juga melakukan hal yang sama. Romansa hanya sekedar bonus. Camille tampaknya menyadari ini, mungkin itu kenapa sebabnya Camille tidak pernah benar-benar mengekspos dirinya di hadapan Richard. Ketika Richard tidak menghubungi Camille lagi setelah kasus yang ditanganinya selesai, dan setelah melihat semua bekas luka yang dimilikinya. Camille pun sepertinya tidak terlalu terkejut.
John Keene
Pemuda 18 tahun yang baru saja pindah ke Wind Gap ini menjadi korban gosip kejam dan tuduhan pembunuhan. Kami tidak habis pikir sih sebetulnya, kok bisa-bisanya ngegosipin kalau kakak korban membunuh adiknya sendiri. Buat ukuran gosip dan tuduhan, itu tuh kejam banget fitnahnya. Luar biasa. Tapi penduduk Wind Gap memang sepertinya lebih merasa nyaman jika orang luar atau pendatang yang melakukan kejahatan, dibandingkan jika mereka harus mengakui bahwa ada monster di antara mereka.
John juga merupakan salah satu love affair Camille. Bukan sesuatu yang serius. Hanya dua orang yang putus asa, bertemu, mabuk-mabukan, dan berakhir dengan kencan semalam. Tapi harap diingat, Camille adalah wanita dewasa di awal umur 30an, sedangkan John pemuda yang masih 18 tahun. Sudah usia legal sih. Tapi tetep aja kan...
Twistednya novel ini adalah, John tidak takut dengan bekas luka di sekujur tubuh Camille. John penasaran, sedangkan Camille lelah bersembunyi, lelah menyembunyikan bekas lukanya. Jadi, Camille membiarkan John "membaca" tubuhnya yang kemudian berakhir dengan kencan semalam. Yang sedihnya, menurut kami lebih berkesan daripada kencan Camille dan Richard yang tampak dangkal dan transaksional. Keterbukaan Camille dan penerimaan John terhadap seluruh luka-luka Camille menjadikan romansa dadakan ini justru terasa lebih manis dan rapuh. Yang lebih sedih adalah, setelah kasus terungkap, John masih mengirimkan surat kepada Camille. Sedangkan Richard langsung menghilang dari hidup Camille. Ironis...
Frank Curry
Frank Curry adalah bos Camille. Bos yang cukup peduli kepada Camille. Bos yang perhatian dan menjenguk Camille ketika Camille masuk ke lembaga terapi untuk menghilangkan kecanduan melukai diri sendiri. Curry bukan tokoh yang sentral di dalam novel ini, tapi Curry adalah tokoh yang sebetulnya dibutuhkan oleh Camille. Curry dan istrinya menganggap Camille sebagai anaknya sendiri. Mereka menyelamatkan Camille dari kerusakan yang lebih besar, dan membawa Camille ke rumah mereka. Keluarga Curry adalah keluarga yang pantas didapatkan oleh Camille.
Amma
Amma adalah anak gadis berumur 13 tahun yang cerdas. Sangat cerdas. Amma bahkan sebenarnya bisa masuk dikelas yang lebih tinggi. Tapi Adora mencegahnya, berpikir bahwa Amma butuh berada di sekitar anak-anak yang seusia dirinya. Tapi apa yang Adora tidak sadari adalah, Amma lebih cerdas dari dirinya. Amma tahu apa yang Adora lakukan pada dirinya. Amma bahkan mampu memanipulasi Adora untuk kepentingannya sendiri.
Salah satu kata-kata Amma kepada Camille yang menarik adalah seperti yang kami kutip di bawah ini:
"Kadang-kadang saat kau membiarkan orang-orang melakukan sesuatu padamu, sebenarnya kau melakukannya pada mereka,"
Lalu Amma memperjelas kata-katanya.
"Paham maksudku? Kalau seseorang ingin melakukan hal sinting padamu, dan kau membiarkan mereka, kau membuat mereka lebih sinting. Kemudian kau memegang kendali. Selama kau tidak jadi gila."
Amma adalah contoh ketika kecerdasan bertemu dengan kegilaan dan kekejaman. Di rumah, Amma adalah anak Adora yang manis dan manja, tapi di luar rumah Amma adalah pemimpin geng pirang yang senang melakukan perundungan kepada anak-anak lain, dan sangat liar. Narkoba, minuman keras, pesta seks, adalah asupan rutin Amma. Apakah Adora tidak tahu? Atau hanya menutup mata? Yang jelas seisi Wind Gap tahu siapa Amma.
Ini adalah salah satu quote di buku ini yang menggambarkan Amma dan mampu membuat para pembaca merinding:
Kau bisa membuat empat ribu dugaan lain, tentu saja, tentang kenapa Amma melakukannya. Akhirnya, faktanya tetap: Amma suka melukai. Aku menyukainya, dia menjeritkan itu kepadaku. Aku menyalahkan ibuku. Anak yang mendapatkan asupan racun menganggap kekerasan sebagai kenyamanan.
----
Buku ini luar biasa. Luar biasa twisted-nya. Jalinan kegilaan yang rumit. Wind Gap, satu kota yang penuh dosa. Bahkan nenek-nenek pun mengkonsumsi obat terlarang yang disamarkan sebagai "obat". Pendatang pun terbawa-bawa dosanya. Ikut melakukan dosa versi mereka sendiri.
Buku ini gloomy banget sih sebetulnya. Kasus memang terungkap dan terselesaikan. Tapi, apa yang bisa dirayakan kalau ternyata terungkapnya kasus sama dengan hancurnya sebuah keluarga? Endingnya pun masih bisa membuat pembaca mengelus dada dan banyak berdoa. Apakah Camille bisa benar-benar sembuh dari trauma mentalnya? Apakah Camille pada akhirnya punya penyakit mental yang sama seperti Adora? Entahlah. Pada akhirnya, pembaca hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja untuk Camille.
Ada yang sudah baca buku ini juga? Gimana tanggapannya? Silahkan komentar di bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar