Cari Review Buku

TOKPED BANNER by Ditha Anggraini

Jumat, 28 September 2018

Review novel Tintentod (Inkdeath) by Cornelia Funke

Inkdeath adalah buku ketiga sekaligus buku terakhir dari Trilogi Inkheart karangan Cornelia Funke. Sebuah buku yang menurut kami sangat asyik buat dibaca.

Dibandingkan buku keduanya, Inkspell, dimana alur ceritanya terkesan lambat, Inkdeath sangat seru dengan alur yang cukup cepat. Banyak aksi-aksi menarik dan seru di dalamnya. Alur ceritanya juga seru dan tidak tertebak, jadi bikin betah bacanya.

Kita akan menemukan banyak adegan-adegan seru. Bahkan, di awal cerita saja sudah seru, dengan adegan pertarungan para perampok yang berusaha menyelamatkan sebuah desa dari para prajurit yang mau menjarah. Adegan pertarungan yang tak disangka-sangka dengan Mo yang sekarang sudah semakin meresapi karakternya sebagai Gagak Biru. Adegan menegangkan, saat Mo dijebak oleh Orpheus supaya bisa membangkitkan Staubfinger dari kematian. Kelicikan Orpheus dan kekejaman Pfifer dan Pangeran Perak. Hadirnya sekutu yang tak disangka-sangka dan ending yang sangat bagus dan menarik.

Satu hal yang sangat disayangkan adalah, gagalnya Trilogi Inkheart ini diangkat ke layar lebar. Film pertamanya dibuat selesai saja sampai disitu. Mungkin karena itu film lanjutannya tidak dibuat.

Padahal, kalau menurut kami, memang, yang paling seru ada di buku terakhir ini. Inkheart hanyalah awal cerita yang masih polos. Inkspell cukup gelap dan emosional. Emosi kita banyak dimainkan di Inkspell. Sedangkan Inkdeath ini yang paling seru. Istilahnya, puncaknya dari trilogi ini.

Kami merekomendasikan sekali trilogi Inkheart ini. Kalau teman-teman bisa mendapatkan bukunya, beli aja. Bagus untuk dibaca. Oya, ketiga buku ini juga tebal-tebal.

Minggu, 16 September 2018

Review Novel The Left Hand of God

Kesan pertama saat membaca buku ini adalah...sadis! Iya, buat peringatan saja ya, buku ini buku untuk dewasa karena di dalamnya ada banyak adegan sadis yang tidak cocok dibaca oleh anak-anak ataupun remaja. Yang tidak suka hal-hal berbau sadis juga sebaiknya jauh-jauh dari buku ini. Tapi, untuk para penggemar novel aksi, buku ini cukup bagus untuk dibaca.

Novel The Left Hand of God menceritakan tentang perjalanan seorang pembantu pendeta, Cale, seorang remaja berumur 14 tahun, yang tinggal di sebuah Kuil di tengah gurun antah berantah. Kehidupan di kuil ini sangat keras dan kejam, dan buku ini sangat tidak malu-malu untuk menggambarkan kekejaman ataupun kerasnya hidup di dalam kuil. Suatu hari, Cale dan dua orang "temannya" (di kuil dilarang berteman), Kleist dan si samar Henri, masuk ke suatu ruangan yang terlarang. Dari ruangan itu, mereka yang semula terjebak, malah akhirnya mendapatkan akses ke makanan lezat dan melihat hal yang seharusnya tidak pernah mereka lihat. Satu ruangan yang penuh dengan gadis-gadis muda. Padahal di kuil tidak boleh ada gadis muda.

Suatu hari, Cale ditugaskan menemui Penebus Picarbo untuk mengantarkan pesan. Tanpa disangka-sangka, Cale datang pada saat yang sangat salah. Apa yang dilihat Cale di ruangan Penebus Picarbo? Bagaimana cerita Cale selanjutnya?

Kami tidak bisa bilang bahwa petualangan Cale berakhir bahagia, karena toh, buku ini juga berseri. Buku ini merupakan buku pertama dari trilogi The Left Hand of God. Tapi, kami bisa mengatakan bahwa buku ini seru! Banyak adegan-adegan menegangkan dan seperti yang kami bilang di awal, cukup banyak juga adegan sadisnya.

Buku ini sangat cocok untuk Anda yang senang menbaca cerita-cerita tentang peperangan, politik, strategi, dan aksi.

Amazon Associates Disclaimer

Blog ini adalah partisipan dalam program Affiliasi Amazon.com. Kami akan mendapatkan sedikit komisi jika ada penjualan yang terjadi melalui salah satu link di blog ini.

This blog is a participant in the Amazon Services LLC Associates Program, an affiliate advertising program designed to provide a means for sites to earn advertising fees by advertising and linking to Amazon.com.